Setahun terakhir ini gue merasa hidup gue lagi berat-beratnya, entah mengapa cobaan rasanya kayak datang bertubi-tubi, tapi kayak nggak keliatan ujungnya kapan titik terang akan muncul. Rasanya mentoook banget. Gue tau masyarakat satu dunia juga ngerasain hal yang sama, tapi gue ngerasa gue sedang dalam posisi yang mentok-mentoknya, dan bikin gue khawatir sama jalan nasib hidup gue ke depannya.
Lalu gue nonton “You and I” dan hati gue rasanya pilu banget. Ada banyak hal yang nggak adil yang terjadi di kehidupan gue, tapi setelah nonton film ini gue ngerasa kayak nggak layak ngeluh sama sekali. Bukan berarti masalah gue sepele, ya. What I feel is valid, but I can’t imagine if I was in the same situation as theirs. Setelah ngikutin ceritanya, gue bisa bilang Mbah Kaminah dan Mbah Kusdalini benar-benar perwujudan perempuan-perempuan tangguh pemenang kehidupan. Persis kayak judul buku yang mendokumentasikan foto dan cerita mereka, “Pemenang Kehidupan” karya Adrian Mulya.
Adrian Mulya ini adalah salah satu teman Fanny Chotimah, sutradara dari film dokumenter ini. Jadi katanya waktu Adrian Mulya lagi bikin buku fotografi tadi bareng dua temennya yang lain, Amerta Kusuma dan Lilik HS, Fanny sekalian kenalan dengan dua Mbah yang baik hati ini dan akhirnya minta izin mengangkat cerita mereka.
Kenapa tadi gue bilang rasanya gue nggak layak ngeluh? Karena jalan hidup mereka tough banget banget BANGET. Mbah Kusdalini dan Mbah Kaminah adalah mantan tahanan politik di tahun 1965. Mereka penyintas dari masa kekejaman 1965 di era Orde Baru itu. Jadi pasca G-30SPKI dulu Mbah Kaminah dan Mbah Kusdalini aktif di dua kegiatan paduan suara yang beda di bawah naungan Pemuda Rakyat, organisasi sayap/cabang dari Partai Komunis Indonesia. Mereka ditangkap dan dipenjara tanpa pengadilan hanya karena kegiatannya ada afiliasi dengan PKI, padahal nggak ada salah apa-apa juga. Kalo nggak salah usia Mbah Kaminah waktu ditangkap 18 tahun, dan Mbah Kusdalini 20 tahun.
Coba bayangin, dulu kita umur segitu ngapain? Para Mbah ini dulu lagi aktif-aktifnya berkegiatan, eksplorasi hobi dan lain-lain.
Setelah ditangkap, Mbah Kaminah dipenjara selama 7 tahun, dan Mbah Kusdalini selama 2 tahun. Nggak paham juga kenapa beda waktunya jauh banget. Mereka jadi bersahabat semenjak kenal di penjara. Kalo dari yang gue baca dari buku Pemenang Kehidupan, Mbah Kaminah punya trauma mendalam (ya pasti Mbak Kusdalini juga) karena dulu dia sering liat dan ngedengerin siksaan kepada korban-korban tangkapan Orba ini di tahanan. Terus Mbah Kusdalini pas keluar penjara duluan juga kehilangan keluarganya. Ayah dan pacar aktivisnya nggak tau di mana rimbanya. Beliau jadi hidup sama neneknya aja. Mbah Kusdalini masih rajin jenguk Mbah Kaminah selama Mbah Kaminah masih di penjara. Setelah Mbah Kaminah keluar, Mbah Kaminah dibuang sama keluarganya, jadi beliau tinggal sama Mbah Kusdalini dan neneknya, nyambung hidup dengan usaha bikin batik dan bikin warung makan. Pas udah sepuh banget di dalam film ini, mereka nyambung hidup dengan jualan kerupuk aja yang paling laku berapa, sih? SEDIIIH BANGET T____________T
Mana rumahnya udah bobrok banget. Sekali sebulan Mbah Kaminah nemenin Mbah Kusdalini berobat pake BPJS karena penyakit tua dan Mbah Kusdalini ada demensia. Something that I can relate to because my mom also has it. It’s tough and it must be tough for Mbah Kaminah as well. Temen hidupnya yang dia kenal dari usia muda, dari masih kuat dan prima, yang sama-sama berjuang untuk bisa survive, menua dengan demensia dan kondisi kesehatan lainnya.
Jadi film “You and I” ini tuh emang bener-bener merekam keseharian Mbah berdua ini yang hidup di bawah garis kemiskinan. They only had each other. Gue kadang bertanya-tanya, kenapa hidup manusia beda-beda banget. Kenapa ada orang-orang baik yang dikasih hidup merana dan nggak adil, dan kenapa ada orang-orang yang suka seenaknya sama orang lain, korupsi, dan tindakan-tindakan bangkek lainnya tapi hidupnya kok kayak tenang-tenang aja.
Sebagai orang yang sangat mengagung-agungkan hidup mandiri dengan kemampuan sendiri, sebagai orang yang sangat mencintai kebebasan, gue nggak kebayang banget kalau masa muda gue direnggut gitu aja karena masalah politik. Kehilangan keluarga, dikucilkan lingkungan, dan “dimatiin” kesempatan untuk punya hajat hidup lebih baik dengan cara gitu, sehingga harus hidup seperti itu sampe tua. Semua yang nonton pasti nggak ngebayangin kalau masa tua kita atau ibu kita akan seperti itu. Gue bener-bener angkat topi untuk Mbah Kusdalini dan Mbah Kaminah akan kemandirian dan ketangguhan mereka untuk bangkit lagi dan menolak dikasihani. Semoga mereka sempet ngerasain bahagia walau masa lalunya kelam.
Kenapa gue menyarankan kalian nonton dokumenter ini? Karena dengan nonton ini kita belajar untuk semakin berempati dengan kehidupan orang lain, melihat ke dunia luar, nggak cuma ke dalam “bubble” kita sendiri aja bahwa hidup bisa sekeras itu. We need to be kind to each other, be mindful of each other. Kita bisa belajar juga gimana caranya bangkit dari keterpurukan, dan punya keluarga dari orang-orang yang nggak ada hubungan darah sama kita. Rasanya pengeeen banget meluk Mbah Kusdalini dan Mbah Kaminah yang lama, bukan untuk mengasihani, tapi biar mereka tau kalau banyak yang peduli dengan cerita mereka.
Satu hal lagi, berkaca dari sejarah dan masa sekarang di mana para penyintas 1965 masih mengejar keadilan (dan kasus-kasus ketidakadilan dan pelanggaran kemanusiaan lainnya), negara ini memang masih sangat jauh di belakang.
You and I bisa ditonton di Bioskop Online sejak 9 April 2021 lalu hanya dengan biaya IDR 10k. Bioskop Online bisa dinikmati nggak cuma via website, tapi juga aplikasi.
Selamat menonton dan terharu biru, teman-teman. Mari kita doakan Mbah Kaminah dan Mbah Kusdalini, serta semua penyintas 1965. May they find their peace and justice.
Hidup memang keras, seperti hidupnya Mbah Kaminah dan Mbah Kusdalini. Kenapa Tuhan menciptakan orang orang seperti itu? supaya kita belajar dari mereka.
Luar biasa ya perjalanan hidup Mbah Kaminah dan Mbah Kusdalini.. Mbak Teppy tetep sabar ya menjalani kehidupan ini 🙂