Di bulan April tahun 2017 ini, tepat sehari sebelum gue berulang tahun ke-30, gue dapet kado ulang tahun paling indah termasuk paling nggak disangka-sangka:
Trip gratis ke New Zealand!
*sujud*
Trip ini adalah hadiah dari kompetisi blogging tertutup yang diadain sama Dwidayatour bekerja sama dengan Malaysia Airlines, Tourism New Zealand, dan Female Daily Network di bulan Maret lalu.
T______T
Persiapan Keberangkatan
Setelah dapet kabar ini, gue kemudian ngurus segala macem sama pihak Dwidayatour sebagai sang sponsor utama. Hadiah yang gue dapetin adalah tiket pulang pergi Jakarta-Auckland-Jakarta dari Malaysia Airlines, pengurusan visa, airport transfer, paket perjalanan 5 hari 4 malam di North Island (termasuk antar jemput dengan bis plus tiket masuk ke beberapa objek wisata), dan hotel. Tapi mereka punya berbagai paket tour New Zealand yang bisa disesuaikan harinya (sampe South Island juga), silakan cek di sini.
Selama ini gue jaraaaaaang banget pake jasa tour & travel, so it was such a nice break of habit. Untuk temen-temen yang mungkin masih clueless ngurus macem-macem sendiri, atau ditunjuk kantor atau keluarga untuk jadi “event organizer” liburan ramean, getting some third party assistance for your journey can be such a big help. Kemarin pas ngurus visa sama Dwidaya semua daftar syarat dan form aplikasi visa dikasih via e-mail, gue tinggal Go-Send ke kantor mereka untuk dicek ulang sama tim sana sebelum dimasukin ke VFS Global (perwakilan kedutaan NZ untuk ngurus visa). Setelah selesai paspornya dikirim ke kantor gue. (proses pengurusan visa: 20-25 hari kalau menurut website ini, tapi punya gue jadi dalam 10-15 hari, di kasus lain kadang malah lebih cepet, bisa seminggu doang. Mungkin tergantung load applicant lagi banyak/nggak kali, ya).
Perjalanan Menuju Auckland
Dari periode terbang yang dikasih sama Malaysia Airlines, gue memilih untuk berangkat tanggal 24 Agustus dan pulang tanggal 5 September (masing-masing satu hari untuk perjalanan pulang pergi dan 11 hari murni untuk jalan-jalan). Yes, abis North Island Trip bareng Dwidaya, gue lanjut road trip ke South Island bareng sahabat gue yang tinggal di Auckland. Di paket perjalanan North Island gue dijadwalkan pergi ke: Hobbiton, Waitomo, Matamata, dan Rotorua. Abis itu gue akan lanjut ke Wellington (ibukota New Zealand yang letaknya masih di North Island), Christchurch (South Island), terus road trip ke Mount Cook, Queenstown, dan Milford Sound. Cerita road trip-nya nanti gue tulis di postingan-postingan selanjutnya, ya! Sekarang mau nyeritain perjalanan ke & di Auckland dulu.
Karena terbangnya naik Malaysia Airlines, jadi udah pasti kita transit dulu di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Karena airportnya juga terkenal nyaman dan standar internasional, jadi nggak masalah transit dulu. Untungnya lagi jadwal penerbangan yang gue pilih waktu transitnya cuma sekitar 1-1,5 jam gitu, jadi mayan bisa stretching bentar tapi nunggunya nggak kelamaan.
KLIA yang ketje
Perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Auckland kurang lebih memakan waktu 11 jam. Biasanya perjalanan panjang kayak gini selain bikin capek, juga pangkal dari mati gaya. Tapi pengalaman gue naik Malaysia Airlines beberapa kali selalu baik, sih, baik yang jarak pendek (ke Malaysia) maupun jauh (ke Belanda). Maskapainya nyaman (leg roomnya pas untuk lutut gue yang suka mentok) dan staffnya helpful banget. Karena gue anaknya “onta” banget, jadi gue bawa botol minum kosong dan dalam 11 jam itu gue berulang kali minta tolong ke pramugari untuk ngisi air putih ke dalamnya (iya, gue minumnya sesering dan sebanyak itu). Untungnya pada sabar, hihi. Walaupun perjalanan panjang bikin mati gaya, untungnya pilihan musik dan tontonan di in-flight entertainmentnya cakep dan up to date, jadi untuk menghabiskan waktu gue looping albumya Harry Styles, nonton beberapa film, dan ngabisin serial-serial komedi Amerika (banyak banget yang gue nggak tau ternyata, mayan buat referensi LOL).
Gimana dengan makanan? Sesungguhnya yang paling bikin gue excited kalo terbang jauh pakai maskapai besar tuh makanannya LOL. Selain enak, pilihan menunya ada yang Asia dan Western fusion, jadi nggak bosen gitu. Dan jangan lupakan bisa ngewine sepanjang terbang, mayan buat bantu merem-merem dikit, nyahaha.
Slide through to see the inside of the plane to Auckland
Auckland Here I Am!
Setelah penerbangan yang panjang, akhirnya menjelang tengah malam gue sampe juga di Auckland! HOREEE! Sekadar informasi aja, kalau kalian bawa makanan apapun ke negara ini, pastikan dideclare, yah. Cek dulu apa jenis makanan yang boleh dibawa dan nggak. Kalo sampe dipertanyakan dan ternyata nggak lo declare (padahal di daftar benda yang harus dideclare ada pilihannya), dendanya lumayan banget, loh. Bisa sampe jutaan kalo dirupiahin. DAAAN (GUE TAU INI SUSAH): mendingan jangan bawa Tolak Angin versi sirup, soalnya kan di sachetnya ada gambar madu, tuh. Temen gue bilang madu nggak boleh dibawa (jadi entah ntar Tolak Angin lo dibuang atau bayar denda), bawa versi tablet aja kalo mau.
Malam itu gue dijemput sama seorang supir berkebangsaan India yang udah lebih dari 20 tahun tinggal di Auckland. Dulunya dia chef dan setelah mempensiunkan diri dia beralih jadi supir untuk travel agent. Dia bilang Auckland itu kota tujuan para imigran. Yang mana menjawab pertanyaan gue, sih. Pas mau terbang dari Kuala Lumpur ada banyak banget penumpang dari India (kebanyakan keluarga), sampe gue mikir apa gue salah pesawat, hahaha. Menurut artikel yang gue baca di sini, dalam lima tahun terakhir Auckland menerima sekitar 120,000 imigran. Auckland sendiri adalah kota terbesar dan terpadat di New Zealand. Emang negara ini jumlah manusianya dikit banget, ya. Populasi keseluruhan sekitar 4,7 juta (data 2016) dan kurang lebih 1,4 juta-nya ada di Auckland. Bandingin sama Jakarta (doang) yang penduduknya sekitar 10jutaan. Idup tentram dah di Auckland LOL.
Gue stay di Auckland kurang lebih dua malam. Pas hari gue nyampe dan sesudah gue balik dari road trip North Island. Dua malam itu gue nginep di Auckland City Hotel pilihan Dwidaya. Oke banget nih hotel bintang 4 karena letaknya yang super strategis di tengah kota, deket sama Auckland’s Sky Tower dan pusat keramaian.
Berhubung cuma punya waktu sedikit di kota ini, jadi gue usahakan untuk jalan-jalan semaksimal mungkin. Untungnya sahabat gue, Ardel, dan suaminya tinggal di sini, jadi banyak dapet tips dan insider mesti ke mana kalo cuma punya 1-2 hari di sana. Auckland sih metropolitan tapi nggak gede, jadi kalo mau ngabisin yang di tengah kota doang sehari juga kelar (katanya). So here you go, the places I went to in Auckland!
Dinner at Raviz Indian Cuisine!
Karena banyak imigran dari berbagai negara, otomatis pilihan makanan di Auckland juga beragam (YAY!). Nah, Raviz Indian Cuisine ini makanannya enak-enak sekaliii! Sukak banget ❤ Dia punya beberapa cabang di NZ dan emang udah terkenal enyaaak!
Wonderful Ice Cream at Giapo
Di Auckland ada satu toko es krim terkenal, namanya Giapo. Konsepnya unik banget. Bukan es krim ala kadarnya doang, tapi sekaligus ada kreasi seni sama inovasinya gitu. Kalo ke sana, kita boleh nyoba dulu sebelum milih. Rasanya enak-enak, unik-unik, dan beda dari toko es krim biasa. Cara makannya juga macem-macem. loh. Tinggal pilih, sister~ Bisa di cone biasa, di atas french fries, atau pake roti tradisional Maori (suku asli New Zealand). Menurut Lonely Planet, Giapo ini bisa dibilang salah satu toko es krim terbaik sedunia. Kalau kalian bingung mau nyari dessert apa di Auckland, cobain Giapo, deh!
Jalan Pagi dan Ngopi di Remedy Coffee
Karena deket sama downtown, pas Ardel dan Ivan kerja, gue habiskan hari gue untuk jalan-jalan, photo hunting, dan nyobain coffee shop dong tentu sajaaa! Jalanan yang paling rame di sini namanya Queen Street. Kalo mau belanja, di sini banyak pilihan toko, termasuk toko souvenir. Mau ngafe pun bisa karena banyak cafe dan restoran yang “terselip” di gang sepanjang Queen Street ini.
Oh, FYI. If you ask me, how do we get around in Auckland? Jawabannya macem-macem. Kalo di sekitaran kota aja sih enakan jalan kaki atau kalo males bisa naik bis. Setau gue kereta itu buat ke daerah suburb-nya Auckland, kayak BoDeTaBek-nya Jakarta. Di sana sih tetep ada macet di rush hour, cuma tetep aja macetnya sana nggak kayak macetnya Jakarta yang ruwet.
Sedikit tips kalo mau beli souvenir: Kalau kalian masih akan jalan-jalan ke South Island, tunggu aja sampe sana dulu baru belanja oleh-oleh karena menurut Ardel harga souvenir di Auckland (dan di North Island) lebih mahal. Ini berbanding terbalik dengan makanan, ya. Setelah menghabiskan 11 hari di sana, gue bisa bilang harga makanan lebih murah di North Island (karena pilihan makanan murah lebih banyak) ketimbang South (apalagi di Queenstown, mahal beut. Di beberapa restoran standar, bukan fine dining, harga sepiring kwetiau bisa 28 NZD, seloyang pizza medium juga kisaran segitu.)
Auckland Rainbow Community Church, gereja yang bisa memfasilitasi pernikahan sesama jenis. Gerejanya sendiri memang ditujukan untuk jadi wadah komunitas LGBT. pas jalan ngelewatin gereja ini gue gemes banget sama taman kecil yang dirawat sama volunteer ini. Liat deh di situ ada kotak untuk naruh dan ngambil buku bekas. Nyaw. ❤
Karena ke mana pun gue pergi gue pasti mengusahakan untuk nyobain kopi dan duduk-duduk “ngawang” di coffee shop setempat, maka pagi itu, atas rekomendasi Ivan dan Ardel, gue ngabisin beberapa jam di Remedy Coffee di Wellesley Street. Pas gue google top coffee spots di Auckland tempat ini sih nggak masuk hitungan, tapi justru mungkin karena emang nggak mainstream/banyakan orang lokal yang tau, gue malah lebih semangat nyarinya. Dan kata temen-temen gue yang udah ke Auckland sebenernya beli kopi di mana aja, entah terkenal atau nggak, 90% kopinya tetep bakal enak. So, yeah. To Remedy we go!
Tempatnya lucu, deh. Atmosfirnya kayak ruang tamu rumah bergaya vintage gitu, rame tapi nggak berisik, dan bukanya dari pagi banget! (Hari biasa jam 6.30 pagi, weekend dari jam 8 pagi). Di Remedy juga banyak buku, beneran serasa namu ke rumah bookworm, deh! Kalau kalian pengen makan di sini juga bisa, malah menu-menunya gluten free dan vegetarian friendly pula (selama gue di NZ ternyata banyak cafe dan resto yang menyediakan menu gluten free dan menu vegetarian). Terus kopinya gimana? Di gue OK-OK aja sih *tak bisa menggambarkan lebih jauh* Pokoknya gue suka banget sama vibe dan playlist tempat ini. Ada sudut untuk duduk ramean, tapi mau mojok sendirian juga bisa. ❤
Devonport
Kelar ngopi di Remedy, gue melanjutkan perjalanan gue ke Downtown Ferry Terminal untuk nyebrang ke Devonport. Jadi Devonport ini kayak “desa” kecil di pinggir teluk gitu, bagian dari North Shore. Masih bagian dari Auckland cuma jauh dari Auckland city aja. Devonport bisa dijangkau lewat jalur darat dan yang paling gampang, naik ferry kayak gue.
Tiket return harganya 12.50 NZD. Perjalanan makan waktu sekitar 15 menitan. Ferry dari kedua arah tersedia setiap 15 menit sekali di jam-jam tertentu dan juga 30 menit sekali. Cek jadwalnya di sini.
Terus ngapain aja di Devonport?
Yang pasti banyak toko-toko mungil yang lucu-lucu dan banyak cafe. Kalau kalian punya waktu lebih banyak kalian bisa naik bis ke Takapuna, di sana banyak cafe dan tempat ngopi juga. Gue belum kesampean ke satu tempat ngopi yang terkenal enak di sana, namanya ARK Coffee, punya dua kakak adik cewek asal Jepang.
Aktivitas yang paling direkomendasikan walau mainstream adalah trekking ke bukit bernama Mount Victoria. Selain bisa sekalian olah raga, begitu sampe puncak kita bisa lihat pemandangan kota Auckland dari atas, berikut pulau-pulau di sekitarnya. Sayangnya begitu gue sampe di atas eh malah ujan, jadi gue nggak bisa duduk lama-lama, tapi lumayan sih perjalanan ke atasnya seru (dan nggak lama kok jalannya).
Selain trekking ke Mount Victoria, gue juga sempet mampir ke toko buku vintage gitu, namanya Bookmark. Gue sukaaa banget sama toko buku, apalagi toko buku vintage! Suka banget sama “romantisme” buku-buku bekas yang umurnya udah puluhan tahun yang biasanya di dalamnya ada tulisan tangannya. Buat kenang-kenangan dari tempat itu, gue beli satu buku tentang Roald Dahl.
Sebelum balik lagi ke Auckland city, gue sempetin untuk ngopi dan nyemil dulu di coffee shop terdekat, Corelli’s, sekalian neduh karena lagi-lagi hujan. FYI waktu itu masih winter, jadi lo bayangin aja udah winter terus hujan, bawaannya pengen ngendok mulu, LOL.
PS. Selain ke Devonport, pilihan lainnya yang agak lebih jauh dikit (tapi masih bagian dari Auckland) adalah ke Waiheke Island yang terkenal dengan pantai dan winerynya. Kalo naik ferry cuma 35 menit. Kata Ardel dan Ivan banyak artis Hollywood yang suka ke situ (WAH!). Mudah-mudahan tahun depan gue bisa ke Auckland lagi dan ngewine di Waiheke Island!
Takutai Square
Balik dari Devonport, gue ketemuan sama Ardel yang udah kelar kerja dan jalan-jalan bentar ke sekitar Takutai Square. Sebenernya tujuan kita tuh mau ke satu-satunya tempat favorit gue kalo ke luar negeri: SUPERMARKET. Nyahaha. Tapi sambil jalan Ardel juga sambil nunjukin gue macem-macem sekaligus nyobain salah satu restoran burger yang enak di Auckland, namanya Better Burger.
Takutai Square ini juga salah satu pusat keramaian dan perbelanjaan di Auckland, letaknya di Galway Street. Kalo gue liat-liat beberapa cafe dan toko-tokonya lebih upscale gitu. Gue sih cuma liat-liat dan langsung menuju supermarket inceran gue untuk belanja barang-barang yang nggak bisa gue temuin di Jakarta, LOL. Supermarket paling besarnya di sini namanya Countdown, sama kayak Woolsworth di Aussie. Paling seneng karena supermarket kayak gini suka banyak promo murmer, tempat paling tepat untuk beli oleh-oleh banyakan. Lafff!
Wynyard Quarter
Abis dari Takutai Square dan makan burger, Ivan gabung sama kami dan kita jalan-jalan malem, dimulai dari downtown sampe ke Wynyard Quarter. Daerah ini mengingatkan gue sama Docklands di Melbourne, karena letaknya di pinggir pier gitu (a.k.a waterfront) Daerah ini lagi-lagi mayan hip. Enak buat lari sore, jalan santai, atau cari makan.
Abis dari pier di Wynyard kami jalan sedikit ke satu taman yang namanya Silo Park. Ini bukan taman yang tanah lapang doang gitu, ya. Lebih ke taman “artsy” karena ada art installation sama tempat main skateboard. Kata Ivan di Silo Park ini suka diadain bazaar dan festival buat anak muda. Salah satunya Friday Night Markets.
Jadi begitulah kira-kira highlight dari jalan-jalan singkat gue di Auckland! Mungkin bisa dijadiin referensi kalo durasi kunjungan kalian sama. Idealnya sih mungkin 4-5 harian yah kalo mau keliling, biar dapet ke daerah-daerah agak luar kotanya dikit.
Selamat eksplorasi! (and thank you so much once again to Dwidayatour & Malaysia Airlines for getting me here!)
NEXT UP ON THE BLOG: My North Island journey, starting from Hobbiton! Ditunggu, yaaa!
Rejeki banget ya kaaaak, ya ampuuun aku yang baca aja seneng plus mupeng!
Mudah2an bisa ke NZ tahun depan
alhamdullilaaaah! amin ya Dita, aku doain kamu ke sana tahun depan ❤
Ditunggu cerita lanjutannyaaaa #gaksabaran
sips! mudah-mudahan hari ini aku bisa publish yang Hobbiton 🙂
Asekkkkk…
Congrats, kak. Gak sabar mau baca yang Hobbiton 🙂
Mupeng banget lihatnya… Semoga bisa ke sini juga suatu saat. Dengan hanya 1,4 juta jiwa adem kayaknya hidup di sini…
Saya jatuh cinta sama tulisan review Pengabdi Setannya dan langsung simpen alamat buat langganan. 😀
amiiin! didoain bisa nyusul juga, ya! 🙂
terima kasih banyak sudah baca tulisan saya dan main-main ke blog ini, mas dani! 🙂
[…] gue ke Hobbiton ini adalah bagian dari hadiah trip NZ Dwidayatour, jadi untuk tiket masuk dan transportasi udah diurusin semua. Sekitar jam setengah 8 pagi gue dijemput oleh tour bus rekanan mereka di Auckland, Great Sights, […]